Tugas
Sejarah
MAKALAH
“BIOGRAFI
IR. SOEKARNO”
OLEH :
ANDI
NURUL AZIZAH
005737
SEKOLAH MENENGAH ATAS 1 DONRI-DONRI
TAHUN PELAJARAN 2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan makalah ini dengan baik
walaupun jauh dari kesempurnaan dimana
tugas ini disusun dan diajukan
untuk memenuhi tugas mata pelajaran ‘Sejarah’.
Dengan terselesainya makalah
ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ibu
Asri Astuti, S.Pd selaku guru mata pelajaran Sejarah
yang telah membimbing penulis dalam proses pembelajaran.
2. Kepada
teman-teman yang telah memberikan bantuan dalam proses pencarian bahan unruk
pembuatan makalah
yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Saya mengakui bahwa saya adalah manusia biasa yang
mempunyai kekurangan dan kelebihan dalam
berbagai hal. Saya merasa masih banyak kekurangan dari makalah saya ini. Karena
tidak semua hal yang dapat saya deskripsikan dengan sempurna dalam makalah ini.
Saya telah melakukannya dengan semaksimal mungkin dengan kemampuan yang saya
miliki.
Mungkin ini yang dapat saya selesaikan. Apabila ada
kritik dan saran dari pembaca, saya bersedia menerima semua kritik dan saran
tersebut. Karena kritik dan saran ini sebagai batu loncatan yang dapat
memperbaiki makalah saya dimasa mendatang.sehingga saya akan berusaha untuk
menyelesaikan makalah dengan lebih baik
lagi.
Penulis,
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.......................................................................................... i
DAFTAR ISI........................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang.............................................................................................
B.
Rumusan
Masalah........................................................................................
C.
Tujuan
Masalah............................................................................................
BAB II PEMBAHASAN
A.
Masa Kecil
dan Masa Remaja Ir. Soekarno................................................
B.
Latar
Belakang Pendidikan Ir. Soekarno.....................................................
C.
Keluarga Ir.
Soekarno..................................................................................
D. Peranan Ir. Soekarno ..................................................................................
E. Sakit hingga wafatnya Ir. Soekarno.............................................................
BAB III PENUTUP
A.
Kesimpulan..................................................................................................
B.
Saran ...........................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar
Belakang
Ir. Soekarno merupakan sosok yang jasanya tidak bisa dilupakan begitu saja
dalam membangun negeri ini. Peranan besar yang telah dilakukan oleh beliau,
terutama dalam hal memerdekakan bangsa Indonesia dari belenggu penjajahan akan
selalu terpatri sebagai jasa-jasa yang tidak akan tergerus selamanya oleh masa.
Memang, jika kita amati sosok Bapak Bangsa ini merupakan pribadi yang unik satu
sama lainnya.
Sebagai sosok yang memiliki
label penggerak massa, Ir. Soekarno memiliki peranan sebagai pemain depan yang
dengan jelas terlihat bagaimana pola pikir dan cara berbicaranya ketika berada
di depan podium untuk berpidato. Ir. Soekarno adalah singa podium yang berjuluk
“Penyambung Solidaritas Rakyat”. Ia memainkan peran dalam menyampaikan pesan
persatuan kesatuan untuk terciptanya Indonesia Merdeka.
B. Rumusan
Masalah
1.
Bagaimana masa kecil dan masa remaja Ir. Soekarno ?
2.
Bagaimana latar pendidikan Ir. Soekarno ?
3.
Bagaimana keluarga Ir. Soekarno ?
4.
Bagaimana peranan Ir. Soekarno melawan
penjajah ?
5.
Bagaimana
akhir kehidupan Ir. Soekarno ?
C. Tujuan
Penulisan
1.
Untuk mengetahui kehidupan masa kecil dan masa remaja Ir.Soekarno
2.
Untuk
mengetahui latar pendidikan Ir. Soekarno
3.
Untuk
mengetahui bagaimana keluarga Ir. Soekarno
4.
Untuk
mengetahui peranan Ir. Soekarno melawan penjajah
5.
Untuk
mengetahui akhir kehidupan Ir. Soekarno.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Masa Kecil dan Masa Remaja Ir. Soekarno
Ketika dilahirkan,
Soekarno diberikan nama Koesno Sosrodihardjo oleh orangtuanya. Namun
karena ia sering sakit maka ketika berumur lima tahun namanya diubah menjadi
Soekarno oleh ayahnya.Nama tersebut diambil dari seorang panglima perang dalam
kisah Bharata Yudha yaitu Karna.
Nama "Karna" menjadi "Karno" karena dalam bahasa Jawa huruf "a" berubah
menjadi "o" sedangkan awalan "su" memiliki arti
"baik".Di kemudian hari ketika menjadi presiden, ejaan nama Soekarno
diganti olehnya sendiri menjadi Sukarno karena menurutnya nama tersebut
menggunakan ejaan penjajah (Belanda). Ia tetap
menggunakan nama Soekarno dalam tanda tangannya karena tanda tangan tersebut
adalah tanda tangan yang tercantum dalam Teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang tidak boleh
diubah, selain itu tidak mudah untuk mengubah tanda tangan setelah berumur 50
tahun. Sebutan akrab untuk Soekarno adalah Bung Karno.
Di beberapa negara Barat,
nama Soekarno kadang-kadang ditulis Achmed Soekarno. Hal ini terjadi
karena ketika Soekarno pertama kali berkunjung ke Amerika Serikat, sejumlah
wartawan bertanya-tanya, "Siapa nama kecil Soekarno?" karena mereka
tidak mengerti kebiasaan sebagian masyarakat di Indonesia yang hanya
menggunakan satu nama saja atau tidak memiliki nama
keluarga.Sukarno menyebutkan bahwa nama Achmed didapatnya ketika
menunaikan badah haji. Dalam
beberapa versi lain, disebutkan pemberian nama Achmed di depan nama Sukarno,
dilakukan oleh para diplomat muslim asal Indonesia yang sedang melakukan misi
luar negeri dalam upaya untuk mendapatkan pengakuan kedaulatan negara Indonesia
oleh negara-negara Arab. Dalam
buku Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia (terjemahan Syamsu
Hadi. Ed. Rev. 2011. Yogyakarta: Media Pressindo, dan Yayasan Bung Karno, ISBN 979-911-032-7-9) halaman 32 dijelaskan
bahwa namanya hanya "Sukarno" saja, karena dalam masyarakat Indonesia
bukan hal yang tidak biasa memiliki nama yang terdiri satu kata.
Soekarno dilahirkan
dengan seorang ayah yang bernama Raden Soekemi
Sosrodihardjo dan ibunya yaitu Ida Ayu Nyoman Rai.
Keduanya bertemu ketika Raden Soekemi yang merupakan seorang guru ditempatkan
di Sekolah Dasar Pribumi di Singaraja, Bali.
Nyoman Rai merupakan keturunan bangsawan dari Bali dan beragama Hindu,
sedangkan Raden Soekemi sendiri beragama Islam.
Mereka telah memiliki seorang putri yang bernama Sukarmini sebelum Soekarno
lahir. Ketika kecil Soekarno tinggal bersama kakeknya, Raden
Hardjokromo di Tulung Agung, Jawa Timur.
Ia bersekolah pertama
kali di Tulung Agung hingga akhirnya ia pindah ke Mojokerto, mengikuti orangtuanya yang
ditugaskan di kota tersebut.[6] Di Mojokerto, ayahnya memasukan
Soekarno ke Eerste Inlandse School,
sekolah tempat ia bekerja. Kemudian pada Juni
1911
Soekarno dipindahkan ke Europeesche
Lagere School (ELS) untuk memudahkannya diterima di Hoogere Burger School (HBS). Pada tahun 1915,
Soekarno telah menyelesaikan pendidikannya di ELS dan berhasil melanjutkan ke
HBS di Surabaya, Jawa Timur. Ia dapat diterima di HBS atas bantuan seorang
kawan bapaknya yang bernama H.O.S.
Tjokroaminoto. Tjokroaminoto bahkan memberi tempat tinggal bagi
Soekarno di pondokan kediamannya. Di
Surabaya, Soekarno banyak bertemu dengan para pemimpin Sarekat Islam, organisasi yang dipimpin
Tjokroaminoto saat itu, seperti Alimin, Musso,
Dharsono,
Haji Agus Salim, dan Abdul Muis. Soekarno kemudian aktif dalam
kegiatan organisasi pemuda Tri Koro Dharmo yang dibentuk sebagai
organisasi dari Budi Utomo. Nama
organisasi tersebut kemudian ia ganti menjadi Jong Java (Pemuda Jawa) pada 1918.
Selain itu, Soekarno juga aktif menulis di harian "Oetoesan Hindia"
yang dipimpin oleh Tjokroaminoto.
Tamat HBS
Soerabaja bulan Juli 1921,bersama
Djoko Asmo rekan satu angkatan di HBS, Soekarno melanjutkan ke Technische
Hoogeschool te Bandoeng (sekarang ITB)
di Bandung dengan mengambil jurusan teknik sipil pada tahun 1921,setelah
dua bulan dia meninggalkan kuliah, tetapi pada tahun 1922
mendaftar kembali dan tamat pada tahun 1926.
Soekarno dinyatakan lulus ujian insinyur pada tanggal 25 Mei 1926
dan pada Dies Natalis
ke-6 TH Bandung tanggal 3 Juli 1926
dia diwisuda bersama delapan belas insinyur lainnya. Prof. Jacob Clay selaku ketua fakultas pada saat
itu menyatakan "Terutama penting
peristiwa itu bagi kita karena ada di antaranya 3 orang insinyur orang
Jawa". Mereka
adalah Soekarno, Anwari, dan Soetedjo, selain itu ada seorang lagi dari
Minahasa yaitu Johannes Alexander Henricus Ondang.
Bung Karno adalah
presiden pertama Indonesia yang juga dikenal sebagai arsitek alumni dari Technische
Hoogeschool te Bandoeng (sekarang ITB)
di Bandung dengan mengambil jurusan teknik sipil dan tamat pada tahun 1926.
Pekerjaan
dan Karya di Bidang Arsitektur
- Ir. Soekarno pada tahun 1926 mendirikan biro insinyur bersama Ir. Anwari, banyak mengerjakan rancang bangun bangunan. Selanjutnya bersama Ir. Rooseno juga merancang dan membangun rumah-rumah dan jenis bangunan lainnya.
- Ketika dibuang di Bengkulu menyempatkan merancang beberapa rumah dan merenovasi total masjid Jami' di tengah kota.
B. Latar
Belakang Pendidikan Ir. Soekarno
Ketika
kecil Soekarno tinggal bersama kakeknya di Tulungagung, Jawa Timur. Pada usia
14 tahun, seorang kawan bapaknya yang bernama Oemar Said Tjokroaminoto mengajak
Soekarno tinggal di Surabaya dan disekolahkan ke Hoogere Burger School (H.B.S.)
di sana sambil mengaji di tempat Tjokroaminoto. Di Surabaya, Soekarno banyak
bertemu dengan para pemimpin Sarekat Islam, organisasi yang dipimpin
Tjokroaminoto saat itu. Soekarno kemudian bergabung dengan organisasi Jong Java
(Pemuda Jawa).
Tamat H.B.S. tahun 1920, Soekarno
melanjutkan ke Technische Hoge School (sekarang ITB) di Bandung, dan tamat pada
tahun 1925. Saat di Bandung, Soekarno berinteraksi dengan Tjipto Mangunkusumo
dan Dr. Douwes Dekker, yang saat itu merupakan pemimpin organisasi National
Indische Partij.
PENDIDIKAN
- Pendidikan sekolah dasar di Eerste Inlandse School, Mojokerto
- Pendidikan sekolah dasar di Europeesche Lagere School (ELS), Mojokerto (1911)
- Hoogere Burger School (HBS) Mojokerto (1911-1915)
- Technische Hoge School, Bandung (sekarang berganti nama menjadi Institut Teknologi Bandung) (1920).
C. Keluarga
Ir. Soekarno
Ayah
: Raden Soekemi Sosrodihardjo
Ibu : Ida Ayu Nyoman Rai
Istri : - Oetari (1921–1923)
- Inggit Garnasih (1923–1943)
- Fatmawati (1943–1956)
- Hartini (1952–1970)
- Kartini Manoppo (1959–1968)
- Ratna Sari Dewi (1962–1970)
- Haryati (1963–1966)
- Yurike Sanger (1964–1968)
- Heldy Djafar (1966–1969)
Anak : - Guntur Soekarnoputra
- Megawati Soekarnoputri
- Rachmawati Soekarnoputri
- Sukmawati Soekarnoputri
- Guruh Soekarnoputra (dari Fatmawati)
- Taufan Soekarnoputra
- Bayu Soekarnoputra (dari Hartini)
- Totok Suryawan (dari Kartini Manoppo)
- Kartika Sari Dewi Soekarno (dari Ratna Sari Dewi).
Ibu : Ida Ayu Nyoman Rai
Istri : - Oetari (1921–1923)
- Inggit Garnasih (1923–1943)
- Fatmawati (1943–1956)
- Hartini (1952–1970)
- Kartini Manoppo (1959–1968)
- Ratna Sari Dewi (1962–1970)
- Haryati (1963–1966)
- Yurike Sanger (1964–1968)
- Heldy Djafar (1966–1969)
Anak : - Guntur Soekarnoputra
- Megawati Soekarnoputri
- Rachmawati Soekarnoputri
- Sukmawati Soekarnoputri
- Guruh Soekarnoputra (dari Fatmawati)
- Taufan Soekarnoputra
- Bayu Soekarnoputra (dari Hartini)
- Totok Suryawan (dari Kartini Manoppo)
- Kartika Sari Dewi Soekarno (dari Ratna Sari Dewi).
Presiden Soekarno semasa hidupnya
dikenal memiliki pesona, sehingga dengan mudah menaklukkan wanita-wanita cantik
yang diinginkannya. Sejarah mencatat Bung Karno sembilan kali menikah. Namun
banyak yang tidak tahu wanita seperti apa yang dicintai Sang Putra Fajar itu.
Untuk urusan kriteria ternyata Bung Karno bukanlah sosok pria neko-neko.
Perhatian Bung Karno akan mudah tersedot jika melihat wanita sederhana yang
berpakaian sopan. Lalu, bagaimana Bung Karno memandang wanita berpenampilan
seksi? Pernah di satu kesempatan ketika sedang jalan berdua
dengan Fatmawati, Bung Karno bercerita mengenai penilaiannya terhadap
wanita. Kala itu Bung Karno benar-benar sedang jatuh hati pada Fatmawati.
“Pada suatu sore ketika
kami sedang berjalan-jalan berdua, Fatmawati bertanya padaku tentang jenis
perempuan yang kusukai,” ujar Soekaro dalam buku ‘Bung
Karno Masa Muda’ terbitan Pustaka Antar Kota. Sesaat Bung Karno memandang
sosok Fatmawati yang saat itu berpakaian sederhana dan sopan.
Perasaan Bung Karno benar-benar bergejolak, dia sedikit terkejut mendengar
pertanyaan itu.“Aku memandang kepada gadis desa ini yang berpakaian baju
kurung merah dan berkerudung kuning diselubungkan dengan sopan. Kukatakan
padanya, aku menyukai perempuan dengan keasliannya, bukan wanita modern yang
pakai rok pendek, baju ketat dan gincu bibir yang menyilaukan,” kata
Soekarno.
“Saya lebih menyukai
wanita kolot yang setia menjaga suaminya dan senatiasa mengambilkan alas
kakinya. Saya tidak menyukai wanita Amerika dari generasi baru, yang saya
dengar menyuruh suaminya mencuci piring,” tambahnya.
Mungkin saat itu Fatmawati begitu terpesona mendengar jawaban Soekarno yang
lugas. Sampai pada akhirnya jodoh mempertemukan keduanya. Soekarno menikah
dengan Fatmawati pada tahun 1943, dan dikarunia 5 anak yakni Guntur, Megawati,
Rachmawati, Sukmawati, dan Guruh. “Saya menyukai perempuan yang merasa
bahagia dengan anak banyak. Saya sangat mencintai anak-anak,” katanya.
Menurut
pengakuan Ibu Fatmawati, dia dan Bung Karno tidak pernah merayakan ulang
tahun perkawinan, Jangankan kawin perak atau kawin emas, ulang tahun pernikahan
ke-1, ke-2 atau ke-3 saja tidak pernah. Sebabnya tak lain karena keduanya tidak
pernah ingat kapan menikah. Ini bisa dimaklumi karena saat berlangsungnya
pernikahan, zaman sedang dibalut perang. Saat itu Perang Dunia II sedang
berkecamuk dan Jepang baru datang untuk menjajah Indonesia.
“Kami tidak pernah
merayakan kawin perak atau kawin emas. Sebab kami anggap itu soal remeh,
sedangkan kami selalu dihadapkan pada persoalan-persoalan besar yang hebat dan
dahsyat,”begitu cerita Ibu Fatmawati di buku Bung
Karno Masa Muda, terbitan Pustaka Antar Kota, 1978.
Kehidupan pernikahan Bung
Karno dan Fatmawati memang penuh dengan gejolak perjuangan. Dua tahun
setelah keduanya menikah, Indonesia mencapai kemerdekaan. Tetapi ini belum
selesai, justru saat itu perjuangan fisik mencapai puncaknya. Bung Karno
pastinya terlibat dalam setiap momen-momen penting perjuangan bangsa. Pasangan
ini melahirkan putra pertamanya yaitu Guntur Soekarnoputra. Guntur lahir pada
saat Bung Karno sudah berusia 42 tahun. Berikutnya lahir Megawati, Rachmawati,
Sukmawati, dan Guruh. Putra-putri Bung Karno dikenal memiliki bakat kesenian
tinggi. Hal itu tak aneh mengingat Bung Karno adalah sosok pengagum karya seni,
sementara Ibu Fatmawatisangat pandai menari.
Sejak kecil, Soekarno
sangat menyukai cerita wayang. Dia hapal banyak cerita wayang sejak kecil. Saat
masih bersekolah di Surabaya, Soekarno rela begadang jika ada pertunjukan
wayang semalam suntuk. Dia pun senang menggambar wayang di batu tulisnya. Saat
ditahan dalam penjara Banceuy pun kisah-kisah wayanglah yang memberi kekuatan
pada Soekarno. Terinspirasi dari Gatot Kaca, Soekarno yakinkebenaran akan
menang, walau harus kalah dulu berkali-kali. Dia yakin suatu saat
penjajah Belanda akan kalah oleh perjuangan rakyat Indonesia.
“Pertunjukan wayang di
dalam sel itu tidak hanya menyenangkan dan menghiburku. Dia juga menenangkan
perasaan dan memberi kekuatan pada diriku. Bayangan-bayangan hitam di kepalaku
menguap bagai kabut dan aku bisa tidur nyenyak dengan penegasan atas
keyakinanku. Bahwa yang baik akan menang atas yang jahat,” ujar Soekarno
dalam biografinya yang ditulis Cindy Adams “Bung Karno, Penyambung Lidah Rakyat
Indonesia yang diterbitkan Yayasan Bung Karno tahun 2007. Soekarno tidak hanya
mencintai budaya Jawa. Dia juga mengagumi tari-tarian dari seantero negeri.
Soekarno juga begitu takjub akan tarian selamat datang yang dilakukan oleh
penduduk Papua. Karena kecintaan Soekarno pada seni dan budaya, Istana Negara
penuh dengan aneka lukisan, patung dan benda-benda seni lainnya. Setiap pergi
ke daerah, Soekarno selalu mencari sesuatu yang unik dari daerah tersebut.
D. Peranan
Ir. Soekarno
1.
Masa pergerakan nasional
Soekarno untuk pertama kalinya menjadi
terkenal ketika dia menjadi anggota Jong Java cabang Surabaya pada tahun 1915. Bagi
Soekarno sifat organisasi tersebut yang Jawa-sentris dan hanya memikirkan
kebudayaan saja merupakan tantangan tersendiri. Dalam rapat pleno tahunan yang
diadakan Jong Java cabang Surabaya Soekarno menggemparkan sidang dengan
berpidato menggunakan bahasa Jawa ngoko (kasar). Sebulan
kemudian dia mencetuskan perdebatan sengit dengan menganjurkan agar surat kabar
Jong Java diterbitkan dalam bahasa Melayu saja, dan bukan dalam bahasa Belanda.
Pada tahun 1926, Soekarno mendirikan Algemene Studie Club di Bandung yang
merupakan hasil inspirasi dari Indonesische Studie Club oleh Dr. Soetomo. Organisasi ini menjadi cikal bakal Partai
Nasional Indonesia
yang didirikan pada tahun 1927. Aktivitas Soekarno di PNI
menyebabkannya ditangkap Belanda pada tanggal 29 Desember 1929 di Yogyakarta dan esoknya dipindahkan ke Bandung, untuk dijebloskan ke Penjara Banceuy. Pada tahun 1930 ia dipindahkan ke Sukamiskin dan pada tahun itu ia memunculkan pledoinya yang fenomenal Indonesia
Menggugat (pledoi),
hingga dibebaskan kembali pada tanggal 31 Desember 1931.
Pada bulan Juli 1932, Soekarno bergabung dengan Partai Indonesia (Partindo), yang merupakan
pecahan dari PNI. Soekarno kembali ditangkap pada bulan Agustus 1933, dan diasingkan ke Flores. Di sini, Soekarno hampir dilupakan
oleh tokoh-tokoh nasional. Namun semangatnya tetap membara seperti tersirat
dalam setiap suratnya kepada seorang Guru Persatuan Islam bernama Ahmad Hasan.Pada tahun 1938 hingga tahun 1942 Soekarno diasingkan ke Provinsi Bengkulu.Soekarno baru kembali bebas pada masa
penjajahan Jepang pada tahun 1942.
2.
Masa Penjajahan Jepang
Pada awal masa penjajahan Jepang (1942-1945),
pemerintah Jepang sempat tidak memerhatikan tokoh-tokoh pergerakan Indonesia
terutama untuk "mengamankan" keberadaannya di Indonesia. Ini
terlihat pada Gerakan 3A dengan tokohnya Shimizu dan Mr. Syamsuddin yang kurang begitu populer.
Namun akhirnya, pemerintahan pendudukan
Jepang memerhatikan dan sekaligus memanfaatkan tokoh-tokoh Indonesia seperti
Soekarno, Mohammad
Hatta, dan lain-lain
dalam setiap organisasi-organisasi dan lembaga lembaga untuk menarik hati
penduduk Indonesia. Disebutkan dalam berbagai organisasi seperti Jawa Hokokai, Pusat Tenaga Rakyat (Putera), BPUPKI dan PPKI, tokoh tokoh seperti Soekarno, Hatta, Ki
Hajar Dewantara, K.H.
Mas Mansyur, dan
lain-lainnya disebut-sebut dan terlihat begitu aktif. Dan akhirnya tokoh-tokoh
nasional bekerja sama dengan pemerintah pendudukan Jepang untuk mencapai
kemerdekaan Indonesia, meski ada pula yang melakukan gerakan bawah tanah
seperti Sutan
Syahrir dan Amir Sjarifuddin karena menganggap Jepang adalah fasis
yang berbahaya.
Presiden Soekarno sendiri, saat pidato
pembukaan menjelang pembacaan teks proklamasi kemerdekaan, mengatakan bahwa
meski sebenarnya kita bekerja sama dengan Jepang sebenarnya kita percaya dan
yakin serta mengandalkan kekuatan sendiri.Ia aktif dalam usaha persiapan
kemerdekaan Indonesia, di antaranya adalah merumuskan Pancasila, UUD 1945, dan dasar dasar pemerintahan
Indonesia termasuk merumuskan naskah proklamasi Kemerdekaan. Ia sempat dibujuk
untuk menyingkir ke Rengasdengklok.
Pada tahun 1943, Perdana Menteri Jepang Hideki Tojo mengundang tokoh Indonesia yakni
Soekarno, Mohammad Hatta, dan Ki Bagoes Hadikoesoemo ke Jepang dan diterima
langsung oleh Kaisar Hirohito. Bahkan kaisar memberikan Bintang
kekaisaran (Ratna Suci) kepada tiga tokoh Indonesia tersebut. Penganugerahan
Bintang itu membuat pemerintahan pendudukan Jepang terkejut, karena hal itu
berarti bahwa ketiga tokoh Indonesia itu dianggap keluarga Kaisar Jepang
sendiri. Pada bulan Agustus 1945, ia diundang oleh Marsekal Terauchi, pimpinan Angkatan Darat wilayah Asia
Tenggara di Dalat Vietnam yang kemudian menyatakan bahwa proklamasi kemerdekaan
Indonesia adalah urusan rakyat Indonesia sendiri.
Namun keterlibatannya dalam badan-badan
organisasi bentukan Jepang membuat Soekarno dituduh oleh Belanda bekerja sama dengan Jepang, antara
lain dalam kasus romusha.
3.
Masa Perang Revolusi
Soekarno bersama tokoh-tokoh nasional mulai
mempersiapkan diri menjelang Proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia. Setelah sidang Badan Penyelidik
Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia BPUPKI, Panitia Kecil yang terdiri dari delapan orang (resmi),
Panitia Kecil yang terdiri dari sembilan orang/Panitia Sembilan (yang
menghasilkan Piagam Jakarta) dan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia PPKI, Soekarno-Hatta mendirikan Negara Indonesia berdasarkan Pancasila dan
UUD 1945.
Setelah menemui Marsekal Terauchi di Dalat, Vietnam, terjadilah Peristiwa
Rengasdengklok pada
tanggal 16 Agustus 1945; Soekarno dan Mohammad Hatta dibujuk oleh para pemuda untuk
menyingkir ke asrama pasukan Pembela Tanah Air Peta Rengasdengklok. Tokoh pemuda yang membujuk antara lain Soekarni, Wikana, Singgih serta Chairul Saleh. Para pemuda menuntut agar Soekarno
dan Hatta segera memproklamasikan kemerdekaan Republik Indonesia, karena di
Indonesia terjadi kevakuman kekuasaan. Ini disebabkan karena Jepang sudah
menyerah dan pasukan Sekutu belum tiba. Namun Soekarno, Hatta dan para tokoh
menolak dengan alasan menunggu kejelasan mengenai penyerahan Jepang. Alasan
lain yang berkembang adalah Soekarno menetapkan momen tepat untuk kemerdekaan
Republik Indonesia yakni dipilihnya tanggal 17 Agustus 1945 saat itu bertepatan
dengan bulan Ramadhan, bulan suci kaum muslim yang diyakini merupakan bulan
turunnya wahyu pertama kaum muslimin kepada Nabi Muhammad SAW yakni Al Qur-an. Pada tanggal 18 Agustus 1945,
Soekarno dan Mohammad Hatta diangkat oleh PPKI menjadi Presiden dan Wakil
Presiden Republik Indonesia. Pada tanggal 29 Agustus 1945 pengangkatan menjadi
presiden dan wakil presiden dikukuhkan oleh KNIP. Pada tanggal 19 September 1945 kewibawaan Soekarno dapat menyelesaikan
tanpa pertumpahan darah peristiwa Lapangan Ikada tempat 200.000 rakyat Jakarta
akan bentrok dengan pasukan Jepang yang masih bersenjata lengkap.
Pada saat kedatangan Sekutu (AFNEI) yang
dipimpin oleh Letjen. Sir Phillip Christison, Christison akhirnya mengakui kedaulatan Indonesia
secara de facto setelah mengadakan pertemuan dengan Presiden Soekarno.
Presiden Soekarno juga berusaha menyelesaikan krisis di Surabaya. Namun akibat
provokasi yang dilancarkan pasukan NICA (Belanda) yang membonceng Sekutu (di bawah
Inggris), meledaklah Peristiwa
10 November 1945 di
Surabaya dan gugurnya Brigadir Jenderal A.W.S Mallaby.
Karena banyak provokasi di Jakarta pada waktu itu, Presiden Soekarno
akhirnya memindahkan Ibukota Republik Indonesia dari Jakarta ke Yogyakarta.
Diikuti wakil presiden dan pejabat tinggi negara lainnya.
Kedudukan Presiden Soekarno menurut UUD 1945
adalah kedudukan Presiden selaku kepala pemerintahan dan kepala negara (presidensiil/single
executive). Selama revolusi kemerdekaan, sistem pemerintahan berubah
menjadi semipresidensiil/double executive. Presiden Soekarno sebagai
Kepala Negara dan Sutan Syahrir sebagai Perdana Menteri/Kepala Pemerintahan.
Hal itu terjadi karena adanya maklumat wakil presiden No X, dan maklumat
pemerintah bulan November 1945 tentang partai politik. Hal ini ditempuh agar
Republik Indonesia dianggap negara yang lebih demokratis.
4.
Masa Kemerdekaan
Setelah Pengakuan Kedaulatan (Pemerintah Belanda menyebutkan sebagai Penyerahan
Kedaulatan), Presiden Soekarno diangkat sebagai Presiden Republik Indonesia
Serikat (RIS) dan Mohammad Hatta diangkat sebagai perdana menteri RIS. Jabatan
Presiden Republik Indonesia diserahkan kepada Mr Assaat, yang kemudian dikenal sebagai RI Jawa-Yogya. Namun
karena tuntutan dari seluruh rakyat Indonesia yang ingin kembali ke negara
kesatuan, maka pada tanggal 17 Agustus 1950, RIS kembali berubah menjadi Republik
Indonesia dan Presiden Soekarno menjadi Presiden RI. Mandat Mr Assaat sebagai
pemangku jabatan Presiden RI diserahkan kembali kepada Ir. Soekarno. Resminya
kedudukan Presiden Soekarno adalah presiden konstitusional, tetapi pada
kenyataannya kebijakan pemerintah dilakukan setelah berkonsultasi dengannya.
Mitos Dwitunggal Soekarno-Hatta cukup populer
dan lebih kuat di kalangan rakyat dibandingkan terhadap kepala pemerintahan
yakni perdana menteri. Jatuh bangunnya kabinet yang terkenal sebagai
"kabinet seumur jagung" membuat Presiden Soekarno kurang memercayai
sistem multipartai, bahkan menyebutnya sebagai "penyakit kepartaian".
Tak jarang, ia juga ikut turun tangan menengahi konflik-konflik di tubuh
militer yang juga berimbas pada jatuh bangunnya kabinet. Seperti peristiwa 17 Oktober 1952 dan Peristiwa di kalangan Angkatan Udara.
Presiden Soekarno juga banyak memberikan
gagasan-gagasan di dunia Internasional. Keprihatinannya terhadap nasib bangsa Asia-Afrika, masih belum merdeka, belum mempunyai
hak untuk menentukan nasibnya sendiri, menyebabkan presiden Soekarno, pada
tahun 1955, mengambil inisiatif untuk mengadakan Konferensi Asia-Afrika di
Bandung yang menghasilkan Dasasila Bandung. Bandung dikenal sebagai Ibu Kota
Asia-Afrika. Ketimpangan dan konflik akibat "bom waktu" yang
ditinggalkan negara-negara barat yang dicap masih mementingkan imperialisme dan kolonialisme, ketimpangan dan kekhawatiran akan
munculnya perang nuklir yang mengubah peradaban, ketidakadilan badan-badan
dunia internasional dalam penyelesaian konflik juga menjadi perhatiannya.
Bersama Presiden Josip
Broz Tito (Yugoslavia), Gamal
Abdel Nasser (Mesir), Mohammad
Ali Jinnah (Pakistan), U Nu, (Birma) dan Jawaharlal Nehru (India) ia mengadakan Konferensi
Asia Afrika yang
membuahkan Gerakan
Non Blok. Berkat
jasanya itu, banyak negara Asia Afrika yang memperoleh kemerdekaannya. Namun
sayangnya, masih banyak pula yang mengalami konflik berkepanjangan sampai saat
ini karena ketidakadilan dalam pemecahan masalah, yang masih dikuasai
negara-negara kuat atau adikuasa. Berkat jasa ini pula, banyak penduduk dari
kawasan Asia Afrika yang tidak lupa akan Soekarno bila ingat atau mengenal akan
Indonesia.
Guna menjalankan politik luar negeri yang
bebas-aktif dalam dunia internasional, Presiden Soekarno mengunjungi berbagai
negara dan bertemu dengan pemimpin-pemimpin negara. Di antaranya adalah Nikita Khruschev (Uni Soviet), John
Fitzgerald Kennedy (Amerika Serikat), Fidel Castro (Kuba), Mao Tse
Tung (RRC).
5.
Masa Keterpurukan
Situasi politik Indonesia menjadi tidak menentu setelah enam jenderal dibunuh dalam peristiwa yang dikenal
dengan sebutan Gerakan
30 September atau
G30S pada 1965. Pelaku sesungguhnya dari peristiwa tersebut masih
merupakan kontroversi walaupun PKI dituduh terlibat di dalamnya. Kemudian massa
dari KAMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia) dan KAPI (Kesatuan Aksi Pelajar
Indonesia) melakukan aksi demonstrasi dan menyampaikan Tri
Tuntutan Rakyat
(Tritura) yang salah satu isinya meminta agar PKI dibubarkan. Namun, Soekarno
menolak untuk membubarkan PKI karena bertentangan dengan pandangan Nasakom (Nasionalisme, Agama, Komunisme).
Sikap Soekarno yang menolak membubarkan PKI kemudian melemahkan posisinya dalam
politik.
Lima bulan kemudian, dikeluarkanlah Surat Perintah Sebelas Maret yang ditandatangani oleh Soekarno. Isi dari surat
tersebut merupakan perintah kepada Letnan Jenderal Soeharto untuk mengambil tindakan yang perlu
guna menjaga keamanan pemerintahan dan keselamatan pribadi presiden. Surat
tersebut lalu digunakan oleh Soeharto yang telah diangkat menjadi Panglima Angkatan Darat untuk membubarkan PKI dan menyatakannya
sebagai organisasi terlarang. Kemudian MPRS pun mengeluarkan dua Ketetapannya,
yaitu TAP No. IX/1966 tentang pengukuhan Supersemar menjadi TAP MPRS dan TAP
No. XV/1966 yang memberikan jaminan kepada Soeharto sebagai pemegang Supersemar
untuk setiap saat menjadi presiden apabila presiden berhalangan.
Soekarno kemudian membawakan pidato
pertanggungjawaban mengenai sikapnya terhadap peristiwa G30S pada Sidang Umum
ke-IV MPRS. Pidato tersebut berjudul "Nawaksara" dan dibacakan pada 22 Juni 1966. MPRS kemudian meminta Soekarno untuk melengkapi pidato tersebut.
Pidato "Pelengkap Nawaskara" pun disampaikan oleh Soekarno pada 10 Januari 1967 namun kemudian ditolak oleh MPRS pada 16 Februari tahun yang sama.
Hingga akhirnya pada 20 Februari 1967 Soekarno menandatangani Surat Pernyataan Penyerahan Kekuasaan di Istana Merdeka. Dengan ditandatanganinya surat
tersebut maka Soeharto de facto menjadi kepala pemerintahan
Indonesia. Setelah melakukan Sidang Istimewa maka MPRS pun mencabut kekuasaan
Presiden Soekarno, mencabut gelar Pemimpin Besar Revolusi dan mengangkat
Soeharto sebagai Presiden RI hingga diselenggarakan pemilihan umum berikutnya.
E.
Akhir
Kehidupan Ir. Soekarno
Detik
Detik Kematian Sang Presiden
·
Jakarta, Selasa, 16 Juni 1970.
Ruangan intensive care RSPAD Gatot Subroto dipenuhi tentara sejak pagi. Serdadu
berseragam dan bersenjata lengkap bersiaga penuh di beberapa titik strategis
rumah sakit tersebut. Tak kalah banyaknya, petugas keamanan berpakaian preman
juga hilir mudik di koridor rumah sakit hingga pelataran parkir.
·
Sedari pagi, suasana mencekam sudah terasa.
Kabar yang berhembus mengatakan, mantan Presiden Soekarno akan dibawa ke rumah
sakit ini dari rumah tahanannya di Wisma Yaso yang hanya berjarak lima
kilometer.
·
Malam ini desas-desus itu terbukti. Di dalam
ruang perawatan yang sangat sederhana untuk ukuran seorang mantan presiden,
Soekarno tergolek lemah di pembaringan. Sudah beberapa hari ini kesehatannya
sangat mundur. Sepanjang hari, orang yang dulu pernah sangat berkuasa ini terus
memejamkan mata. Suhu tubuhnya sangat tinggi. Penyakit ginjal yang tidak
dirawat secara semestinya kian menggerogoti kekuatan tubuhnya.
·
Lelaki yang pernah amat jantan
dan berwibawa, dan sebab itu banyak digila-gilai perempuan seantero jagad,
sekarang tak ubahnya bagai sesosok mayat hidup. Tiada lagi wajah gantengnya.
Kini wajah yang dihiasi gigi gingsulnya telah membengkak, tanda bahwa racun
telah menyebar ke mana-mana. Bukan hanya bengkak, tapi bolong-bolong bagaikan
permukaan bulan. Mulutnya yang dahulu mampu menyihir jutaan massa dengan
pidato-pidatonya yang sangat memukau, kini hanya terkatup rapat dan kering.
Sebentar-sebentar bibirnya gemetar. Menahan sakit. Kedua tangannya yang dahulu
sanggup meninju langit dan mencakar udara, kini tergolek lemas di sisi tubuhnya
yang kian kurus.
·
Sang Putera Fajar tinggal menunggu waktu
·
Dua hari kemudian, Megawati, anak sulungnya
dari Fatmawati diizinkan tentara untuk mengunjungi ayahnya. Menyaksikan ayahnya
yang tergolek lemah dan tidak mampu membuka matanya, kedua mata Mega menitikkan
airmata. Bibirnya secara perlahan didekatkan ke telinga manusia yang paling
dicintainya ini.
·
“Pak, Pak, ini Ega…”
·
Senyap.
·
Ayahnya tak bergerak. Kedua
matanya juga tidak membuka. Namun kedua bibir Soekarno yang telah pecah-pecah
bergerak-gerak kecil, gemetar, seolah ingin mengatakan sesuatu pada puteri
sulungnya itu. Soekarno tampak mengetahui kehadiran Megawati. Tapi dia tidak
mampu membuka matanya. Tangan kanannya bergetar seolah ingin menuliskan sesuatu
untuk puteri sulungnya, tapi tubuhnya terlampau lemah untuk sekadar menulis.
Tangannya kembali terkulai. Soekarno terdiam lagi.
·
Melihat kenyataan itu, perasaan
Megawati amat terpukul. Air matanya yang sedari tadi ditahan kini menitik
jatuh. Kian deras. Perempuan muda itu menutupi hidungnya dengan sapu tangan.
Tak kuat menerima kenyataan, Megawati menjauh dan limbung. Mega segera dipapah
keluar.
·
Jarum jam terus bergerak. Di luar kamar,
sepasukan tentara terus berjaga lengkap dengan senjata.
·
Malam harinya ketahanan tubuh seorang Soekarno
ambrol. Dia coma. Antara hidup dan mati. Tim dokter segera memberikan bantuan
seperlunya.
·
Keesokan hari, mantan wakil presiden Muhammad
Hatta diizinkan mengunjungi kolega lamanya ini. Hatta yang ditemani
sekretarisnya menghampiri pembaringan Soekarno dengan sangat hati-hati. Dengan
segenap kekuatan yang berhasil dihimpunnya, Soekarno berhasil membuka matanya.
Menahan rasa sakit yang tak terperi, Soekarno berkata lemah.
·
“Hatta.., kau di sini..?”
·
Yang disapa tidak bisa menyembunyikan
kesedihannya. Namun Hatta tidak mau kawannya ini mengetahui jika dirinya
bersedih. Dengan sekuat tenaga memendam kepedihan yang mencabik hati, Hatta
berusaha menjawab Soekarno dengan wajar. Sedikit tersenyum menghibur.
·
“Ya, bagaimana keadaanmu, No ?”
·
Hatta menyapanya dengan sebutan
yang digunakannya di masa lalu. Tangannya memegang lembut tangan Soekarno.
Panasnya menjalari jemarinya. Dia ingin memberikan kekuatan pada orang yang
sangat dihormatinya ini.
·
Bibir Soekarno bergetar,
tiba-tiba, masih dengan lemah, dia balik bertanya dengan bahasa Belanda.
Sesuatu yang biasa mereka berdua lakukan ketika mereka masih bersatu dalam Dwi
Tunggal. “Hoe gaat het met jou…?” Bagaimana keadaanmu?
·
Hatta memaksakan diri tersenyum. Tangannya
masih memegang lengan Soekarno.
·
Soekarno kemudian terisak bagai
anak kecil. Lelaki perkasa itu menangis di depan kawan seperjuangannya, bagai
bayi yang kehilangan mainan. Hatta tidak lagi mampu mengendalikan perasaannya.
Pertahanannya bobol. Airmatanya juga tumpah. Hatta ikut menangis.
·
Kedua teman lama yang sempat
berpisah itu saling berpegangan tangan seolah takut berpisah. Hatta tahu, waktu
yang tersedia bagi orang yang sangat dikaguminya ini tidak akan lama lagi. Dan
Hatta juga tahu, betapa kejamnya siksaan tanpa pukulan yang dialami sahabatnya
ini. Sesuatu yang hanya bisa dilakukan oleh manusia yang tidak punya nurani.
·
“No…” Hanya itu yang bisa
terucap dari bibirnya. Hatta tidak mampu mengucapkan lebih. Bibirnya bergetar
menahan kesedihan sekaligus kekecewaannya. Bahunya terguncang-guncang.
·
Jauh di lubuk hatinya, Hatta
sangat marah pada penguasa baru yang sampai hati menyiksa bapak bangsa ini. Walau
prinsip politik antara dirinya dengan Soekarno tidak bersesuaian, namun hal itu
sama sekali tidak merusak persabatannya yang demikian erat dan tulus.
·
Hatta masih memegang lengan
Soekarno ketika kawannya ini kembali memejamkan matanya.
·
Jarum jam terus bergerak.
Merambati angka demi angka. Sisa waktu bagi Soekarno kian tipis.
·
Sehari setelah pertemuan dengan
Hatta, kondisi Soekarno yang sudah buruk, terus merosot. Putera Sang Fajar itu
tidak mampu lagi membuka kedua matanya. Suhu badannya terus meninggi. Soekarno
kini menggigil. Peluh membasahi bantal dan piyamanya. Malamnya Dewi Soekarno
dan puterinya yang masih berusia tiga tahun, Karina, hadir di rumah sakit.
Soekarno belum pernah sekali pun melihat anaknya.
·
Minggu pagi, 21 Juni 1970.
Dokter Mardjono, salah seorang anggota tim dokter kepresidenan seperti biasa
melakukan pemeriksaan rutin. Bersama dua orang paramedis, Dokter Mardjono
memeriksa kondisi pasien istimewanya ini. Sebagai seorang dokter yang telah
berpengalaman, Mardjono tahu waktunya tidak akan lama lagi.
·
Dengan sangat hati-hati dan
penuh hormat, dia memeriksa denyut nadi Soekarno. Dengan sisa kekuatan yang
masih ada, Soekarno menggerakkan tangan kanannya, memegang lengan dokternya.
Mardjono merasakan panas yang demikian tinggi dari tangan yang amat lemah ini.
Tiba-tiba tangan yang panas itu terkulai. Detik itu juga Soekarno menghembuskan
nafas terakhirnya. Kedua matanya tidak pernah mampu lagi untuk membuka.
Tubuhnya tergolek tak bergerak lagi. Kini untuk selamanya.
·
Situasi di sekitar ruangan sangat
sepi. Udara sesaat terasa berhenti mengalir. Suara burung yang biasa berkicau
tiada terdengar. Kehampaan sepersekian detik yang begitu mencekam. Sekaligus
menyedihkan.
·
Dunia melepas salah seorang
pembuat sejarah yang penuh kontroversi. Banyak orang menyayanginya, tapi banyak
pula yang membencinya. Namun semua sepakat, Soekarno adalah seorang manusia
yang tidak biasa. Yang belum tentu dilahirkan kembali dalam waktu satu abad.
Manusia itu kini telah tiada.
·
Dokter Mardjono segera memanggil seluruh rekannya,
sesama tim dokter kepresidenan. Tak lama kemudian mereka mengeluarkan
pernyataan resmi: Soekarno telah meninggal.
Isu di bunuh secara perlahan
Banyak keyakinan orang banyak bahwa Bung
Karno dibunuh secara perlahan mungkin bisa dilihat dari cara pengobatan
proklamator RI ini yang segalanya diatur secara ketat dan represif oleh
Presiden Soeharto. Bung Karno ketika sakit
ditahan di Wisma Yasso (Yasso adalah nama saudara laki-laki Dewi Soekarno) di
Jl. Gatot Subroto. Penahanan ini membuatnya amat menderita lahir dan bathin.
Anak-anaknya pun tidak dapat bebas mengunjunginya.
Banyak resep tim
dokternya, yang dipimpin Dr.
Mahar Mardjono, yang tidak dapat ditukar dengan obat. Ada tumpukan resep di
sebuah sudut di tempat penahanan Bung Karno. Resep-resep untuk mengambil obat
di situ tidak pernah ditukarkan dengan obat. Bung Karno memang dibiarkan sakit
dan mungkin dengan begitu diharapkan oleh penguasa baru tersebut agar bisa
mempercepat kematiannya.
Permintaan dari tim
dokter Bung Karno untuk mendatangkan alat-alat kesehatan dari Cina pun dilarang
oleh Presiden Soeharto. “Bahkan untuk sekadar menebus obat dan mengobati gigi
yang sakit, harus seizin dia, ” demikian Rachmawati Soekarnoputeri pernah
bercerita.
Kesehatan Soekarno sudah mulai menurun sejak bulan Agustus 1965. Sebelumnya, ia telah dinyatakan mengidap gangguan ginjal dan pernah menjalani perawatan di Wina, Austria tahun 1961 dan 1964. Prof. Dr. K. Fellinger dari Fakultas Kedokteran
Universitas Wina menyarankan agar ginjal kiri Soekarno diangkat tetapi ia
menolaknya dan lebih memilih pengobatan tradisional. Ia masih bertahan selama 5
tahun sebelum akhirnya meninggal pada hari Minggu, 21 Juni 1970 di RSPAD (Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat) Gatot Subroto, Jakarta dengan status sebagai tahanan
politik. Jenazah Soekarno pun dipindahkan dari RSPAD ke Wisma Yasso yang dimiliki
oleh Ratna
Sari Dewi. Sebelum
dinyatakan wafat, pemeriksaan rutin terhadap Soekarno sempat dilakukan oleh
Dokter Mahar
Mardjono yang
merupakan anggota tim dokter kepresidenan. Tidak lama kemudian dikeluarkanlah
komunike medis yang ditandatangani oleh Ketua Prof. Dr. Mahar Mardjono beserta
Wakil Ketua Mayor Jenderal Dr. (TNI AD) Rubiono Kertopati.
Komunikasi medis tersebut menyatakan hal sebagai
berikut:
- Pada hari Sabtu tanggal 20 Juni 1970 jam 20.30 keadaan kesehatan Ir. Soekarno semakin memburuk dan kesadaran berangsur-angsur menurun.
- Tanggal 21 Juni 1970 jam 03.50 pagi, Ir. Soekarno dalam keadaan tidak sadar dan kemudian pada jam 07.00 Ir. Soekarno meninggal dunia.
- Tim dokter secara terus-menerus berusaha mengatasi keadaan kritis Ir. Soekarno hingga saat meninggalnya.
Walaupun Soekarno pernah meminta agar dirinya
dimakamkan di Istana Batu Tulis, Bogor, namun pemerintahan Presiden Soeharto memilih Kota Blitar, Jawa Timur, sebagai tempat pemakaman Soekarno. Hal
tersebut ditetapkan lewat Keppres RI No. 44 tahun 1970. Jenazah Soekarno dibawa ke Blitar sehari setelah kematiannya dan
dimakamkan keesokan harinya bersebelahan dengan makam ibunya. Upacara pemakaman
Soekarno dipimpin oleh Panglima ABRI Jenderal M. Panggabean sebagai inspektur
upacara. Pemerintah kemudian menetapkan masa berkabung selama tujuh hari.
Peninggalan
Dalam rangka memperingati 100 tahun kelahiran Soekarno pada 6 Juni 2001, maka Kantor Filateli Jakarta menerbitkan prangko "100 Tahun Bung Karno".
Prangko yang diterbitkan merupakan empat buah prangko berlatar belakang bendera
Merah Putih serta menampilkan gambar diri
Soekarno dari muda hingga ketika menjadi Presiden Republik Indonesia. Prangko
pertama memiliki nilai nominal Rp500 dan menampilkan potret Soekarno pada saat
sekolah menengah. Yang kedua bernilai Rp800 dan gambar Soekarno ketika masih di
perguruan tinggi tahun 1920-an terpampang di atasnya. Sementara
itu, prangko yang ketiga memiliki nominal Rp900 serta menunjukkan foto Soekarno
saat proklamasi kemerdekaan RI. Prangko yang terakhir memiliki gambar Soekarno
ketika menjadi Presiden dan bernominal Rp1000. Keempat prangko tersebut
dirancang oleh Heri Purnomo dan dicetak sebanyak 2,5 juta set oleh Perum
Peruri. Selain prangko, Divisi Filateli PT Pos Indonesia menerbitkan juga lima
macam kemasan prangko, album koleksi prangko, empat jenis kartu pos, dua macam
poster Bung Karno serta tiga desain kaus Bung Karno.
Prangko
yang menampilkan Soekarno juga diterbitkan oleh Pemerintah Kuba pada tanggal 19 Juni 2008. Prangko tersebut menampilkan gambar Soekarno dan presiden Kuba Fidel Castro. Penerbitan itu bersamaan dengan
ulang tahun ke-80 Fidel Castro dan peringatan kunjungan Presiden
Indonesia, Soekarno,
ke Kuba.
Nama Soekarno pernah diabadikan sebagai nama sebuah gelanggang olahraga
pada tahun 1958. Bangunan tersebut, yaitu Gelanggang Olahraga Bung Karno, didirikan sebagai sarana keperluan penyelenggaraan Asian Games IV tahun 1962 di Jakarta. Pada masa Orde Baru, kompleks olahraga ini diubah namanya
menjadi Gelora
Senayan. Tapi sesuai
keputusan Presiden Abdurrahman Wahid, Gelora Senayan kembali pada nama
awalnya yaitu Gelanggang Olahraga Bung Karno.
Setelah
kematiannya, beberapa yayasan dibuat atas nama Soekarno. Dua di
antaranya adalah Yayasan Pendidikan Soekarno dan Yayasan Bung Karno. Yayasan
Pendidikan Soekarno adalah organisasi yang mencetuskan ide untuk membangun universitas dengan pemahaman yang diajarkan Bung
Karno. Yayasan ini dipimpin oleh Rachmawati
Soekarnoputri, anak
ke tiga Soekarno dan Fatmawati. Pada tahun 25 Juni 1999 Presiden Bacharuddin
Jusuf Habibie
meresmikan Universitas
Bung Karno yang
secara resmi meneruskan pemikiran Bung Karno, Nation and Character Building
kepada mahasiswa-mahasiswanya.
Penghargaan
Semasa hidupnya, Soekarno mendapatkan gelar Doktor Honoris Causa dari 26 universitas di dalam dan luar negeri. Perguruan
tinggi dalam negeri yang memberikan gelar kehormatan kepada Soekarno antara
lain Universitas
Gajah Mada (19
September 1951), Institut Teknologi Bandung (13 September 1962), Universitas
Indonesia (2 Februari
1963), Universitas
Hasanuddin (25 April
1963), Institut Agama Islam Negeri Jakarta (2 Desember 1963), Universitas
Padjadjaran (23
Desember 1964), dan Universitas Muhammadiyah (1 Agustus 1965). Sementara itu, Universitas
Columbia (Amerika Serikat), Universitas
Berlin (Jerman), Universitas Lomonosov (Rusia) dan Universitas
Al-Azhar (Mesir) merupakan beberapa universitas luar negeri yang menganugerahi Soekarno
dengan gelar Doktor Honoris Causa.
Pada
bulan April 2005, Soekarno yang sudah meninggal selama 35 tahun
mendapatkan penghargaan dari Presiden Afrika Selatan Thabo Mbeki. Penghargaan tersebut adalah
penghargaan bintang kelas satu The Order of the Supreme Companions of OR
Tambo yang diberikan dalam bentuk medali, pin, tongkat, dan lencana yang
semuanya dilapisi emas. Soekarno mendapatkan penghargaan tersebut karena dinilai
telah mengembangkan solidaritas internasional demi melawan penindasan oleh
negara maju serta telah menjadi inspirasi bagi rakyat Afrika Selatan dalam
melawan penjajahan dan membebaskan diri dari apartheid.
Kata
Kata Bijak Soekarno
- Kita bangsa besar, kita bukan bangsa tempe. Kita tidak akan mengemis, kita tidak akan minta-minta apalagi jika bantuan-bantuan itu diembel-embeli dengan syarat ini syarat itu ! Lebih baik makan gaplek tetapi merdeka, dari pada makan bestik tetapi budak. [Pidato HUT Proklamasi, 1963]
- Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghormati jasa pahlawannya. (Pidato Hari Pahlawan 10 Nop.1961)
- Perjuanganku lebih mudah karena mengusir penjajah, tapi perjuanganmu akan lebih sulit karena melawan bangsamu sendiri.
- Jadikan deritaku ini sebagai kesaksian, bahwa kekuasaan seorang presiden sekalipun ada batasnya. Karena kekuasaan yang langgeng hanyalah kekuasaan rakyat. Dan diatas segalanya adalah kekuasaan Tuhan Yang Maha Esa.
- Apabila di dalam diri seseorang masih ada rasa malu dan takut untuk berbuat suatu kebaikan, maka jaminan bagi orang tersebut adalah tidak akan bertemunya ia dengan kemajuan selangkah pun.
- Bangsa yang tidak percaya kepada kekuatan dirinya sebagai suatu bangsa, tidak dapat berdiri sebagai suatu bangsa yang merdeka.
- ……….Bangunlah suatu dunia di mana semua bangsa hidup dalam damai dan persaudaraan……
- Janganlah mengira kita semua sudah cukup berjasa dengan segi tiga warna. Selama masih ada ratap tangis di gubuk-gubuk pekerjaan kita selesai ! Berjuanglah terus dengan mengucurkan sebanyak-banyak keringat.
- Berikan aku 1000 orang tua, niscaya akan kucabut semeru dari akarnya, berikan aku 1 pemuda, niscaya akan kuguncangkan dunia
- Tidak seorang pun yang menghitung-hitung: berapa untung yang kudapat nanti dari Republik ini, jikalau aku berjuang dan berkorban untuk mempertahankannya
- Janganlah melihat ke masa depan dengan mata buta! Masa yang lampau adalah berguna sekali untuk menjadi kaca bengala dari pada masa yang akan datang.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Ketika dilahirkan,
Soekarno diberikan nama Koesno Sosrodihardjo oleh orangtuanya. Namun
karena ia sering sakit maka ketika berumur lima tahun namanya diubah menjadi
Soekarno oleh ayahnya. Soekarno dilahirkan dengan seorang ayah yang bernama Raden
Soekemi
Sosrodihardjo dan ibunya yaitu Ida Ayu Nyoman Rai.
Keduanya bertemu ketika Raden Soekemi yang merupakan seorang guru ditempatkan
di Sekolah Dasar Pribumi di Singaraja, Bali. Ir. Soekarno mempunyai peranan yang besar dalam
memerdekakan bangsa Indonesia dari penjajahan. Ir. Soekarno wafat dengan
meninggalkan begitu banyak jasa untuk Indonesia sehingga beliau dikenal sebagai
bapak proklamator.
B.
SARAN
Kami sebagai penyusun makalah ini sangat menyadari
bahwa materi yang kami buat ini masih banyak kekurangan. Jadi untuk itu kami
meminta kepada saudara saudari semuanya untuk memberikan saran, kritikan, dan
hal-hal lainnya yang bisa membangun untuk menuju kepada yang lebih baik.
agar manfaat dari makalah ini dapat diambil penyusun dan orang yang membacanya.
DAFTAR
PUSTAKA
3 komentar:
Agen Judi Ceme Online Bandar Poker Domino99 Indonesia WSamgong
terima kasih infonya sangat membantu.,.,.salam
cvtugu_rentcar
Terimakasih berkat ini,saya bisa mengerti tentang makalah biografi seseorang 🙏
Posting Komentar